Wednesday, 21 October 2015

BAB I: Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Lhokseumawe Tahun 2004 - 2013

BAB I
PENDAHULUAN

 1.1        Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan nasional diawali dengan pembangunan pondasi ekonomi yang kuat sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu pemerintah harus berusaha meningkatkan pendapatan guna menunjang keberhasilan pembangunan. Keberhasilan pembangunan dapat tercapai dengan adanya penerimaan yang kuat. Penerimaan pemerintah yang paling sentral adalah pajak, sumbangan pajak bagi anggaran pemerintah sangat besar, sehingga peran pajak begitu sentral. Untuk itu pemerintah selalu berupaya meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, melalui upaya-upaya pemberantasan mafia pajak. Pemerintah saat ini memperbaiki sistem pajaknya karena sistem lama dianggap banyak mempunyai kelemahan-kelemahan ini dilakukan untuk mengamankan pendapatan negara dari sektor pajak agar tidak bocor, upaya ini dilakukan agar penerimaan negara dari pajak dari tahun ke tahun terus meningkat.
Kemandirian pembangunan diperlukan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat. Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia mulai tanggal 1 januari 2001. Dengan adanya otonomi, daerah dipacu untuk berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang dipungut oleh daerah, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menetapkan pajak dan retribusi daerah menjadi sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Siahaan (2010:1).
Dalam sejarah pemerintahan daerah sejak Indonesia merdeka sampai saat ini pajak dan retribusi daerah telah menjadi sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Sejak tahun 1948 berbagai Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah telah menempatkan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah, bahkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 pajak dan retribusi daerah dimasukkan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah. Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam seluruh penerimaan daerah masih rendah bila dibandingkan dengan penerimaan dari bantuan pemerintah pusat. Keadaan ini menyebabkan perlu dilakukan suatu upaya untuk menggali potensi keuangan daerah dalam peningkatan pendapatan daerah. Pentingnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang pendapatan tetap yang digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan Pemerintah Kota Lhokseumawe sangat disadari oleh Pemerintah Kota. Begitu juga alternatif-alternatif untuk memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) telah pula dipertimbangkan oleh Pemerintah Kota.
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:
       1.     Pajak Daerah
       2.     Retribusi Daerah
       3.     Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, yang
        bersumber dari:
        a.     Bagian Laba Atas Penyertaan Modal Pada Perusahaan Milik
        Daerah (BUMD).
        b.    Bagian Laba Atas Penyertaan Modal Pada Perusahaan Milik
        Negara (BUMN).
        c.     Bagian Laba Atas Penyertaan Modal Pada Perusahaan Milik
        Swasta.
       4.     Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, bersumber dari:
        a.      Hasil Penjualan Aset Daerah.
        b.      Penerimaan Jasa Giro.
        c.       Penerimaan Bunga Deposito.
        d.      Denda Atas Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan.
Menurut Magdalena dalam Kusuma dan Wirawati (2010:2) empat komponen sumber PAD tersebut khususnya pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk peningkatan PAD pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Marteen, et all (2001) dan Robert (2002). yang menjelaskan bahwa peranan sektor pajak daerah dan retribusi daerah yang paling besar memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang di mana pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah itu sendiri. Dalam menyelenggarakan pembangunan di daerahnya, faktor sumber pajak daerah dan retribusi daerah sangat menentukan terlaksananya pembangunan daerah itu sendiri.
Peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat penting sebagai sumber pembiayaan pemerintah daerah karena merupakan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah, di mana proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total penerimaan merupakan indikasi “Derajat Kemandirian” keuangan suatu pemerintah daerah. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebenarnya sangatlah diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi pendanaan daerah dan diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan-kegiatan daerahnya. Semakin banyak kebutuhan daerah yang dapat dibiayai dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka akan semakin tinggi kualitas otonominya.
Penerimaan daerah dari sektor pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah memiliki peranan yang sangat penting guna mendukung penyelenggaraan otonomi daerah. Kenyataan ini sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 34 Tahun 2000, dapat dijeaskan sebagai berikut:
“Bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab”.
Menurut Bawazier dalam Murzani (2002:2), bahwa peranan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi semakin penting sejalan dengan telah bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini juga sebagaimana diatur melalui UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain ditegaskan bahwa:
“Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumer keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Provinsi dan Kabupaten/Kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. Dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah kewenangan keuangan yang melekat pada setiap kewenangan pemerintahan menjadi kewenangan daerah”.
Mengacu kepada ketentuan di atas, fungsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Kota Lhokseumawe sebagai daerah otonom yang relatif masih muda menjadi sangat dominan, guna membiayai pelaksanaan pemerintah dan pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan, sejalan dengan pelimpahan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, agar tujuan dari pemberian kewenangan otonomi dalam bentuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan khususnya bagi masyarakat Kota Lhokseumawe dapat diwujudkan.
Pajak daerah yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki kontribusi yang sangat penting dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah karena pajak daerah bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan penerimaan PAD dan juga mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Berkenaan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah Kota Lhokseumawe yang merupakan daerah otonom mencoba untuk memaksimalkan penerimaan pajak daerah, yang dalam hal ini dilakukan oleh DPKAD Kota Lhokseumawe. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Begitupun dengan daerah, seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka daerah juga memiliki tanggung jawab sendiri untuk mengelola perpajakannya. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu daerah menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Lhokseumawe yang cukup berpotensi adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan yang dapat dikembangkan berdasarkan peraturan-peraturan pajak yang diterapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Untuk perkembangan realisasi pajak yang dipungut oleh pemerintah Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada gambar grafik 1.1.

Gambar 1.1
Perkembangan Penerimaan Pajak Daerah Kota Lhokseumawe
Tahun 2004-2013
                   Sumber: DPKAD dan BPS Kota Lhokseumawe (Data Diolah)

Pajak daerah Kota Lhokseumawe pada tahun 2004 meningkat sebesar 0,17%. Selanjutnya pada tahun 2005 pajak daerah meningkat sebesar 15,84% dan pada tahun 2006 pajak daerah meningkat sebesar 59,95%. Pada tahun 2007 pajak daerah Kota Lhokseumawe meningkat sebesar 13,89%. Pada tahun 2008 pajak daerah menurun sebesar -6,90% disebabkan menurunnya penerimaan Pajak Hiburan, Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Pengambilan Gal Gol C. Selanjutnya pada tahun 2009 Pajak Daerah Kota Lhokseumawe kembali menurun sebesar -2,21% hal ini disebabkan menurunnya penerimaan Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Parkir. Selanjutnya pada tahun 2010 pajak daerah Kota Lhokseumawe kembali menurun sebesar -24,20% hal ini disebabkan menurunnya penerimaan Pajak Hotel, Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Reklame.
Kemudian pada tahun 2011 pajak daerah Kota Lhokseumawe meningkat kembali sebesar 75,33%. Selanjutnya pada tahun 2012 pajak daerah Kota Lhokseumawe menurun kembali sebesar -31,29% hal ini disebabkan menurunnya penerimaan Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Parkir. Kemudian pada tahun 2013 pajak daerah Kota Lhokseumawe meningkat kembali sebesar 37,15%.
            Begitu halnya dengan retribusi daerah, sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD), diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Daerah Kabupaten atau Kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Retribusi daerah mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pelaksanaan otonomi daerah untuk merealisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Prokoso dalam Priatnasari (2012:2) menyebutkan bahwa retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat potensial bagi suatu daerah. Dapat dilihat perkembangan retribusi daerah di Kota Lhokseumawe selama periode tahun 2004 sampai 2013 terus mengalami peningkatan pada beberapa tahunnya. Meski terjadi penurunan pada tahun 2009. Berikut gambar grafik 1.2 yang memperlihatkan perkembangan retribusi daerah di Kota Lhokseumawe dari tahun 2004 sampai tahun 2013.
Gambar 1.2
Perkembangan Penerimaan Retribusi Daerah Kota Lhokseumawe
Tahun 2004-2013
                  Sumber: DPKAD dan BPS Kota Lhokseumawe (Data Diolah)
Retribusi Daerah Kota Lhokseumawe pada tahun 2004 meningkat sebesar 28,27%. Selanjutnya pada tahun 2006 retribusi daerah Kota Lhokseumawe kembali meningkat sebesar 119,05% dan kemudian pada tahun 2006 retribusi daerah Kota Lhokseumawe meningkat sebesar 42.40%. Pada tahun 2007 retribusi daerah Kota Lhokseumawe meningkat sebesar 31,09%. Pada tahun 2008 meningkat sebesar 55%. Selanjutnya pada tahun 2009 retribusi daerah Kota Lhokseumawe menurun sebesar -2,10% hal ini disebabkan menurunnya penerimaan Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu. Selanjutnya pada tahun 2010 Retribusi Daerah Kota Lhokseumawe meningkat kembali sebesar 18,24%. Kemudian pada tahun 2011 retribusi daerah Kota Lhokseumawe meningkat kembali sebesar 71,18%. Selanjutnya pada tahun 2012 retribusi daerah Kota Lhokseumawe meningkat kembali sebesar 31,06%. Kemudian pada tahun 2013 retribusi daerah Kota Lhokseumawe meningkat kembali sebesar 20,09%.
Jika dilihat dari jumlah perkembangan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang bergerak secara fluktuatif diduga terjadi dikarenakan:
  • Masih kurangnya upaya Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam membangkitkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah dan retribusi daerah.
  • Masih kurangnya koordinasi antar instansi terkait dan masih kurangnya optimalnya pengawasan terhadap kinerja pemungutan atas penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah.
  • Masih lemahnya penegakan hukum bagi masyarakat yang tidak membayar atau menunggak kewajibannya membayar pajak daerah dan retribusi daerah.
Atas dasar kenyatan yang terjadi tersebut, maka Pemerintah Kota Lhokseumawe menghadapi tantangan untuk berusaha meningkatkan penerimaan dari sektor ini, karena penerimaan dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah adalah sebagai sumber yang potensial dan juga merupakan tulang punggung penerimaan daerah, sehingga perlu digali dan dikembangkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Lhokseumawe. Dengan begitu harus dilakukan langkah-langkah kongkrit terutama dengan cara melakukan ekstensifikasi secara efektif agar kontribusi penerimaan dari sumber pajak daerah dan retribusi daerah semakin besar terhadap terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Lhokseumawe. Potensi-potensi yang ada di Kota Lhokseumawe seharusnya bisa dimaksimalkan lagi untuk menambah sumber penerimaan yang diterima oleh daerah. Karena tujuan adanya peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah adalah untuk mendorong perekonomian Kota Lhokseumawe melalui pembangunan sarana prasarana yang menunjang perekonomian. Dengan adanya pembangunan tersebut diharapkan perekonomian dapat berkembang dan tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kota Lhokseumawe Tahun 2004-2013”.

1.2       Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah Berapa besar Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kota Lhokseumawe?

1.3       Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kota Lhokseumawe.

1.4       Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah :
  • Bagi pemerintah Daerah Kota Lhokseumawe, Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Lhokseumawe dan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Lhokseumawe dalam pengambilan keputusan kebijakan strategis untuk meningkatkan realisasi pajak dan retribusi daerah Kota Lhokseumawe.
  • Bagi masyarakat Kota Lhokseumawe hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi, sehingga masyarakat (khususnya masyarakat Kota Lhokseumawe) mengetahui pentingnya membayar pajak daerah dan retribusi daerah demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
  • Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian pada bidang yang sama.

Asumsi Regresi: Uji Normalitas Dengan Grafik P-Plot SPSS 20

Ada banyak cara untuk mengetahui apakah sebuah data terdistribusi normal atau tidak pada asumsi regresinya. Ini merupakan contoh sederhana bagaimana cara melakukan uji normalitas dengan menggunakan bantuan sofware SPSS Versi 20. Pada kesempatan kali ini kita akan belajar mengenai uji normalitas dengan melihat dari grafik Normal Probability Plot pada SPSS Versi 20, saya yakin anda akan dapat melakukan uji ini jika anda cermat dan benar-benar menyimak apa yang saya lakukan.

Dasar Pengambilan Keputusan Uji Normalitas Dengan Normal P-Plot :
Pada dasarnya normalitas sebuah data dapat dideteksi dengan melihat persebaran data atau titik pada sumbu diagonal dari residualnya.
  • Data dikatakan terdistribusi normal, jika data atau titik menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
  • Sebaliknya data dikatakan tidak terdistribusi normal, jika data atau titik menyebar jauh dari arah garis atau tidak mengikuti diagonal.

Cara Uji Normalitas Dengan Normal P-Plot :
Dalam kasus ini saya ingin mengetahui apakah data penelitian ini terdistribusi normal atau tidak. Judul penelitiannya adalah: “Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah (X1) dan Retribusi Daerah (X2) Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Y) Di Kota Lhokseumawe Tahun 2004-2013.

Dari judul di atas kita dapat melihat bahwa terdapat 2 variabel bebas dan 1 variabel terikat.

Ada beberapa langkah yang harus anda lakukan untuk mempraktekan Uji Normalitas dengan P-Plot, berikut langkah-langkah yang harus anda lakukan :

Langkah-langkahnya 

  • Buka data yang ingin anda uji !


          Lalu pilih menu dari SPSS, klik Analyze, kemudian klik Regresion pada submenu, lalu klik linear.



  • Pada kotak Dependent, isikan variabel Y (PAD) dan pada kotak Independent isikan variabel X1,X2 (Pajak Daerah, Retribusi Daerah).




  • Selanjutnya klik Plots, dilayar anda akan muncul tampilan windows Linear Regression Plots. Aktifkan pilihan dengan mencentang Normal Probability Plot. Abaikan yang lain dan klik Continue, kemudian abaikan yang lain dan kemudian klik Ok.



  • Tampilan hasil output SPSS. 




Interpretasi Output
Berdasarkan hasil output SPSS di atas kita dapat melihat grafik plot. Dimana gambar P-Plot terlihat titik-titik mengikuti dan mendekati garis diagonalnya sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Sekian dulu dari saya mengenai “Asumsi Regresi: Uji Normalitas Dengan Grafik P-Plot SPSS 20". Semoga dapat bermanfaat ya.

Asumsi Regresi: Uji Multikolinearitas Dengan Melihat Nilai Tolerance dan VIF Pada SPSS 20

Ini merupakan contoh sederhana bagaimana cara melakukan uji multikolinearitas dengan menggunakan bantuan sofware SPSS Versi 20. Pada kesempatan kali ini kita akan belajar mengenai uji multikolinearitas dengan melihat nilai Tolerance dan Varian Inflation Factor (VIF) pada SPSS Versi 20, saya yakin anda akan dapat melakukan uji ini jika anda cermat dan benar-benar menyimak apa yang saya lakukan.

Tujuan Uji Multikolinearitas :
Tujuan pengujian ini dengan maksud untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi atau hubungan antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi atau hubungan antar variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi atau berhubungan, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal, ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol.

Cara Pengambilan Keputusan :
Melihat nilai Tolerance :
  • Tidak terjadi multikolinearitas, jika nilai Tolerance lebih besar dari 0,10.
  • Terjadi multikolinearitas, jika nilai Tolerance lebih kecil atau sama dengan 0,10.
Melihat nilai VIF (Varian Inflation Factor) :
  • Tidak terjadi multikolinearitas, jika nilai VIF lebih kecil dari 10,00.
  • Terjadi multikolinearitas, jika nilai VIF lebih besar atau sama dengan 10,00
Ada beberapa langkah yang harus anda lakukan, berikut langkah-langkah yang harus anda lakukan :

Langkah-langkahnya 
1.   Buka data yang ingin anda uji !


Lalu pilih menu dari SPSS, klik Analyze, kemudian klik Regresion pada submenu, lalu klik Linear.

2.   Pada kotak Depndent, isikan variabel Y (PAD) dan pada kotak 
      Independent isikan variabel X1,X2 (Pajak Daerah, Retribusi Daerah).




3.   Selanjutnya klik statistics, dilayar anda akan muncul tampilan 
      windows Linear Regression Statistics. Aktifkan pilihan 
      dengan mencentang Covariance matrix dan Colinearity
      diagnostics. Kemudian klik Continue, abaikan yang lain dan 
      kemudian klik Ok.



      4.      Tampilan hasil output SPSS.

Interpretasi Output
Berdasarkan hasil output SPSS diketahui :
·         Nilai Tolerance semua variabel Independent lebih besar dari 0,10.
·         Nilai VIF semua variabel Independent lebih kecil dari 10,00.

Berdasarkan nilai hasil output di atas, disimpulkan tidak terjadi multikoliniearitas.

Sekian dulu dari saya mengenai uji multikolinearitas dengan melihat nilai Tolerance dan VIF pada SPSS Versi 20. Semoga dapat bermanfaat ya.